mediasiutama.com, Samarinda – Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda mendapat apresiasi dari Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sani Bin Husain, terkait upayanya dalam menangani masalah kemiskinan. Hal ini disampaikan Sani menanggapi adanya arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengharapkan seluruh kabupaten/kota bisa mencapai nol persen miskin ekstrem pada akhir 2024.
Sani mengatakan, meski arahan tersebut sangat bagus, namun kemiskinan adalah masalah yang sulit dan tidak bisa dihilangkan begitu saja. Oleh karena itu, Sani mengapresiasi Pemkot Samarinda yang telah berupaya sebaik mungkin untuk mencapai arahan tersebut.
“Tidak ada jaminan, tapi saya melihat Pemkot sudah berusaha. Namun kan, Samarinda ini tidak hanya tergantung sendiri, jadi dia juga masih bergantung dengan provinsi dan nasional,” tutur Sani Bin Husein pada Selasa (13/2/2024).
Sani menilai, kemiskinan ekstrem bisa diatasi jika ada kebijakan nasional yang pro rakyat, seperti penurunan harga BBM dan peningkatan lapangan kerja yang tidak sulit. Namun, dia meragukan jika arahan nol persen miskin ekstrem bisa terlaksana tahun ini, mengingat situasi politik dan ekonomi saat ini. Dia lebih optimis jika kemiskinan ekstrem bisa dikurangi.
Sani menjelaskan, faktor terbesar yang menyebabkan kemiskinan ekstrem adalah keterbatasan pekerjaan. Hal ini masuk akal, karena jika seseorang tidak punya penghasilan, sementara biaya hidup terus meningkat, maka dia akan masuk dalam kategori miskin ekstrem.
Untuk itu, Sani bersama Komisi IV DPRD Samarinda telah berdiskusi dengan Dinsos PM Samarinda untuk membahas program-program yang bisa mengatasi kemiskinan ekstrem. “Ada memang kami pembahasan program dengan Dinsos PM. Saya lihat sudah mengarah ke penurunan kemiskinan ekstrem, dan saya hargai itu,” katanya.
Sani juga menekankan pentingnya sinkronisasi data antara pusat dan daerah tentang objek miskin ekstrem. Dia menambahkan, kemiskinan juga bisa dipengaruhi oleh perilaku individu, seperti malas bekerja, berjudi, mabuk-mabukan, dan mengonsumsi narkoba. Miskin yang seperti ini, kata Sani, tidak bisa dihitung sebagai miskin ekstrem. “Miskin yang seperti apa, atau pemalas, kriminal, atau otaknya cuma mau makan saja. Misalnya program bagi-bagi makanan itu, saya tidak setuju kalau yang diberi makan orang seperti itu,” tutupnya.