
Mediasiutama, Kukar – Bangunan tua atau benda kuno belum tentu layak disebut cagar budaya. Ada proses panjang dan sejumlah kriteria ketat yang harus dipenuhi sebelum suatu objek bisa mendapat pengakuan sebagai warisan budaya resmi.
Hal ini ditegaskan oleh Pamong Budaya Ahli Muda Bidang Cagar Budaya dan Permuseuman, M. Saidar, yang akrab disapa Deri, saat ditemui di Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kutai Kartanegara,belum lama ini.
“Minimal umurnya 50 tahun. Tapi itu belum cukup kalau tidak punya gaya khas atau nilai penting di dalamnya,” jelas Deri.
Menurutnya, banyak masyarakat keliru menganggap bahwa semua yang tua otomatis memiliki nilai budaya. Padahal, yang dicari dalam penetapan cagar budaya bukan hanya soal usia dan tampilan, melainkan nilai historis, edukatif, ilmiah, atau keagamaan yang terkandung.
“Kalau hanya karena bentuknya unik atau kuno, itu belum tentu memenuhi syarat,” tambahnya.
Diperiksa Ketat oleh Tim Ahli
Objek yang diajukan untuk menjadi cagar budaya harus melewati beberapa tahap:
Identifikasi Awal oleh pengusul, biasanya dari pemerintah atau masyarakat.
Pengkajian oleh Tim Ahli Cagar Budaya (TACB), yang melibatkan berbagai pakar.
Verifikasi Nilai Penting, baik sejarah, budaya, arsitektur, ataupun sosial.
Penetapan Resmi melalui SK kepala daerah atau menteri, tergantung skala objek.
Setelah penetapan, objek akan mendapatkan perlindungan hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Sembilan Warisan Budaya Kukar
Sejak 2021 hingga 2022, Pemkab Kutai Kartanegara telah menetapkan sembilan objek sebagai cagar budaya tingkat kabupaten. Beberapa di antaranya:
Situs Muara Kaman: Kawasan bersejarah tempat berdirinya kerajaan awal di Kalimantan.
Rumah Penjara Sangasanga: Saksi sejarah masa penjajahan Belanda.
Lesung Batu dan Batu Menhir: Bukti arkeologis dari masa prasejarah.
Tugu Pembantaian Jepang dan Sangasanga: Mengabadikan tragedi perang.
Makam Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa: Tokoh penting di Loa Kulu.
Kompleks Makam Kerabat Kesultanan Kutai dan Masjid Jami’ Adji Amir Hasanuddin: Representasi nilai spiritual dan arsitektur.
Rumah Besar Tenggarong: Simbol perkembangan sejarah lokal.
Situs Kubur Tajau Gunung Selendang: Melambangkan tradisi pemakaman unik.
“Semuanya telah melalui riset akademik yang panjang. Kami ingin memastikan bahwa yang ditetapkan benar-benar layak dan memiliki nilai jangka panjang,” ujar Deri.
Pelestarian Adalah Tanggung Jawab Bersama
Setelah ditetapkan sebagai cagar budaya, kewajiban berikutnya adalah merawat dan melindungi objek tersebut. Pemerintah memang bertanggung jawab secara hukum dan administratif, namun masyarakat juga perlu terlibat aktif dalam pelestariannya.
“Kami harap masyarakat ikut merasa memiliki. Tanpa partisipasi publik, upaya pelestarian tidak akan berjalan optimal,” tegasnya.
Ia juga mengungkap bahwa sosialisasi kepada masyarakat akan terus digalakkan, termasuk edukasi ke sekolah-sekolah agar generasi muda tak melupakan akar budayanya sendiri.