
Gubernur Rudy Mas’ud saat diwawancarai wartawan.
Catatan Rizal Effendi
Mediasiutama.com, BOLEH juga keberanian Hj Syahariah Mas’ud, SE (48). Anggota DPRD Kaltim ini melontarkan protes atau mengkritik
ketidakhadiran Gubernur Rudy Mas’ud (33) dalam RapatParipurna ke-25 DPRD Kaltim, Senin (21/7).
Menurut Syahariah, bukan sekali ini saja Gubernur Rudy takhadir. “Rasanya sudah 5 kali. Bukan berarti saya tak terimadiwakili staf ahli, tapi harusnya kalau Gubernur tak bisa hadirinstruksikan kepada wakilnya, kalau juga tidak bisa, yasekdanya,” katanya.
Dia menegaskan kehadiran Gubernur sangat penting danstrategis. “Ini juga menyangkut soal etika pemerintahan danpenghormatan terhadap lembaga legislatif. Minimal hadir wakil gubernur, sekda atau asisten bukan staf ahli,” tandasnya.
Yang diprotes Syahariah bukan sekadar gubernur, tapi Rudy Mas’ud adalah saudara kandung Syahariah yang juga adalahketua DPD Golkar Kaltim. Syahariah sendiri adalah anggotaFraksi Golkar dari Dapil Penajam Paser Utara (PPU). Jadi di partai beringin itu, Rudy adalah atasan Syahariah.
Makin seru lagi karena ketua DPRD Kaltim sekarang adalahHasanuddin Mas’ud (51). Hasan adalah saudara sulung darikeluarga Bani Mas’ud. Baru Syahariah, Rahmad Mas’ud (WaliKota Balikpapan), Hj Yuliana Mas’ud, Hj Siti Aisyah Mas’ud, Hijrah Mas’ud, dan Abdul Gafur Mas’ud (mantan bupati PPU).
Meski bersaudara, Syahariah pun menegaskan kritiknya soaltegurannya kepada Gubernur di Rapat Paripuna tidak adahubungan dengan soal pribadi atau keluarga. “Ini murnimenyangkut tanggung jawab kita sebagai wakil rakyat. Kalauada kebiasaan yang keliru jangan kita biarkan berulang,” ucapnya dengan wajah serius.
Yang dikritik Syahariah tidak saja Gubernur, tapi juga para kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) atau kepala dinas. “Saya minta lain kali kepala OPD wajib hadir dan ikutbertanggung jawab. Ini bukan hanya kerja DPRD, tapi kerjabersama kita semua,” tandasnya.
Syahariah yang akrab dipanggil Umi Putri sarat pengalaman di kursi Dewan. Sebelum ke Kaltim dia pernah menjadi anggotaDPRD Sulawesi Barat dan pernah mengikuti Pilkada di Kabupaten Majene, Sulbar tahun 2020.
Dalam Rapat Paripurna ke-18 bulan Juni lalu, sorotan soalketidakhadiran Gubernur Rudy Mas’ud yang dikenal dengansebutan “HARUM” pernah disampaikan Makmur HAPK, anggota Komisi IV DPRD Kaltim dari Fraksi Gerindra.
Menurut Makmur, gubernur yang hanya diwakili staf ahli sajatidak mencerminkan penghargaan yang layak terhadap lembagalegislatif. Apalagi saat itu adalah rapat strategis membahaspertanggungjawaban APBD.
“Mohon maaf, saya bukan tidak menghargai staf ahli. Tapi inirapat penting, seharusnya dihadiri langsung oleh pejabat utamaseperti gubernur atau wakil gubernur atau sekda,” kata Makmur, yang pernah menjadi ketua DPRD Kaltim dari Golkar.
Dalam keterangan terpisah, Gubernur Rudy menjelaskan bahwadia dan Wagub pada saat yang sama tengah menghadirilaunching Koperasi Merah Putih di Kelurahan Lempake, Samarinda. Itu acara nasional yang berlangsung serentak di seluruh Indonesia mulai pukul 08.00 pagi sampai 15.00 Wita. “Jadi kita mau korbankan tidak mungkin,” katanya.
Gubernur tidak menjelaskan kenapa dia tidak berbagi ataumenunjuk Wagub atau Sekda yang hadir ke DPRD. Dia malahmenyinggung perlunya komunikasi dan koordinasi antaraeksekutif dan legislatif agar tidak terjadi kesalahpahaman terkaitjadwal dan kehadiran.
Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud mengingatkan, dalamtata tertib DPRD Kaltim, jika gubernur tidak bisa hadir dalamrapat resmi seperti paripurna, kehadiran harus didelegasikansecara berjenjang kepada wakil gubernur, sekda atau pejabatstruktural seperti asisten I, II atau III.
“Jadi kalau gubernur tidak bisa, ya wakil. Kalau wakil tidak bisajuga, ya Sekda atau Asisten. Ruang sidang tidak boleh kosongdari unsur eksekutif8 jelasnya.
Ke depan, tambahnya, harus ada pejabat tinggi dari eksekutifyang hadir secara fisik. “Ini bukan hanya soal protokol, tapimenyangkut penghormatan terhadap lembaga legislatif.”
BERBUNTUT INTIMIDASI
Soal ketidakhadiran Gubernur Rudy di Rapat Paripurna DPRD berbuntut adanya kejadian beraroma intimidasi kepada para wartawan atau awak media oleh staf di sekeliling Rudy.
Itu gara-gara wartawan sempat mencegat Gubernur untukdimintai penjelasannya soal ketidakhadiran di Rapat ParipurnaDPRD. Ada ajudan atau asisten pribadi Rudy yang sempatmenghentikan wawancara dan melontarkan kata-kata: “Kutandaimas ini.” Maksudnya wartawan yang masih melontarkanpertanyaan.
Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Samarinda dan PWI Kaltimmengeluarkan kecaman atas tindakan itu. Apalagi sebelumnyajuga terjadi di Musda Golkar sesaat setelah Rudy terpilihkembali menjadi Golkar Kaltim.
AJI menuntut Gubernur meminta maaf dan menegur ajudan atauasistennya yang bersikap represif kepada awak media karena halitu ancaman bagi masyarakat pers yang dijamin undang-undang.
Kepala Biro Administrasi Pimpinan Setda Kaltim, SyarifahAlawiyah sempat menjelaskan sikap asisten pribadi gubernur ituuntuk membantu pimpinannya yang tengah kelelahan. “Bapaksudah capek seharian, juga belum makan dan belum salat. Jadisudah disampaikan agar wawancara dihentikan,” jelasnya.
Penjelasan Syarifah ini banyak mendapat tanggapan negatif di media sosial. “Jadi pemimpin itu memang melelahkan. Kalautidak mau lelah, ya jangan mencalonkan diri jadi pemimpin,” kata mereka.
Gubernur sendiri sudah menyampaikan permintaan maafkepada insan media, insan pers maupun insan medsos. “Saya mohon maaf ya, itu di luar kontrol saya karena sifatnya adalahspontan,” ucapnya ketika dicegat di depan kantornya, Rabu(23/7) seperti diberitakan katakaltim.com.
Seorang wartawan muda menanyakan sikap saya sebagaiwartawan dan pernah menjadi Wali Kota Balikpapan. Saya bilang sebagai pejabat kita harus paham kerja wartawan atauawak media punya dua sisi. Di satu pihak pers bisa memuji danmempromosikan kerja kita, tapi di sisi lain dia juga punya tugasmengkritik jika ada hal yang tidak sesuai. Jika dia mengkritik, memang tidak nyaman bagi seorang pejabat, tetapi kita tak bolehmengalang-alangi apalagi mengancam.
Menurut saya, adanya kasus perintangan terhadap kerjawartawan tidak perlu juga ditanggapi berlebihan. Justru itumenjadi tantangan tersendiri dan dinamika menarik dalammenjalankan tugas di dunia pers. Yang penting jangan sampaiterjadi serangan fisik yang berbahaya bagi awak media.
Ketika menjadi wartawan Jawa Pos, saya pernah dilarangmeliput tim Persiba Balikpapan oleh Wali Kota Balikpapan KolCZI Syarifuddin Yoes di tahun 1980-an. Gara-gara Pak Yoestidak terima ada pemberitaan yang dianggap melecehkanPersiba. Setiap ada jumpa pers saya dilarang masuk. Tapi gara-gara itu juga Pak Yoes membantu melahirkan koran harianpertama di Kaltim, Harian ManuntunG atau Kaltim Post danmemberi jalan kepada saya jadi wali kota seperti dia.(*)