
Mediasiutama.com, Kutai Kartanegara – Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura kembali menggelar prosesi sakral yang menjadi bagian penting dari rangkaian Erau Adat tahun 2025. Rangkaian ritual tersebut sudah dimulai sejak Jumat (5/9/2025) lalu, dengan ziarah ke makam para raja dan sultan di sekitar keraton.
Pada Sabtu (6/9/2025), Sultan Kutai Kartanegara bersama kerabat melanjutkan prosesi ke kawasan Kutai Lama. Di sana dilaksanakan ritual bersawai, yakni komunikasi dengan alam gaib untuk memberitahukan bahwa prosesi Erau akan segera dimulai. Selain itu, Sultan juga berziarah ke makam Sultan Mahkota Islam penguasa pertama Kutai yang memeluk Islam dan Sultan Haji Jilanggal, serta ke makam para habaib di Desa Kutai Lama.
“Tradisi ini sudah turun-temurun sejak Erau pertama kali dilaksanakan pada masa Aji Batara Agung Dewa Sakti. Dahulu prosesi berlangsung hingga 40 hari, tetapi kini dipadatkan menjadi satu pekan,” jelas pihak Kesultanan.
Prosesi berikutnya akan digelar pada 12 September 2025, yaitu ritual bersawai di dalam Keraton. Dalam prosesi ini Sultan akan berhubungan dengan alam gaib melalui pusaka-pusaka kerajaan, termasuk singan, batu menangis, dan benda keramat lainnya.
Pada 17 September 2025, Kesultanan menggelar Haul Jama di Kedaton. Acara ini merupakan doa bersama untuk para leluhur yang telah meletakkan dasar adat, budaya, dan agama di Kutai. Haul Jama akan melibatkan santri, tokoh agama, hingga masyarakat umum.
Sehari kemudian, 18 September 2025, digelar prosesi Beluluh Sultan di Kedaton. Ritual ini memiliki makna pembersihan diri Sultan dari energi negatif sekaligus penguatan aura dan karisma dalam menjalankan pemerintahan adat.
“Beluluh juga menjadi momentum persatuan. Sultan akan mengundang tokoh masyarakat, penguyuban, serta pejabat, agar budaya ini menjadi perekat persaudaraan dan kesatuan,” ungkap pihak Kesultanan.
Dalam setiap prosesi, Kesultanan Kutai Kartanegara menekankan falsafah “Empat Buncu Pasar Bumi” sebagai landasan kerajaan, yakni adat, adab, agama, dan negara. Filosofi tersebut menjadi pengingat bahwa budaya bukan hanya warisan, tetapi juga sarana memperkuat harmoni masyarakat.
Rangkaian sakral ini akan berpuncak pada pembukaan resmi Erau, yang ditandai dengan prosesi titi bende sebagai tanda kepada masyarakat bahwa pesta adat terbesar di Kutai Kartanegara telah dimulai. (Yuliana W).