Mediasiutama.com, Kutai Kartanegara – Kasus kekerasan seksual terhadap anak kembali mencoreng wajah kemanusiaan. Seorang pria berinisial MIH (37), warga Desa Loa Duri Ilir, Kecamatan Loa Janan, ditangkap aparat Kepolisian Sektor (Polsek) Loa Janan setelah diduga memperdaya dan menyiksa seorang remaja perempuan berinisial AE (16) selama lebih dari lima tahun. Kasus ini menimbulkan keprihatinan mendalam dan menjadi alarm bagi masyarakat untuk lebih waspada terhadap ancaman kekerasan terhadap anak.
Kapolsek Loa Janan, AKP Abdillah Dalimunthe SH, MH, mengungkapkan bahwa kasus ini terungkap berkat keberanian korban yang akhirnya angkat bicara. Selama bertahun-tahun, korban memendam penderitaan seorang diri. Namun, pada awal September 2025, ia memberanikan diri mengirimkan pesan singkat kepada wali kelasnya di SMKN 14 Samarinda. Pesan itu berisi pengakuan bahwa dirinya telah mengalami persetubuhan dan kekerasan.
Peristiwa bermula pada Jumat malam, 5 September 2025. Korban mengirimkan pesan WhatsApp kepada gurunya, Sari Faizzatul Hikmah (29), yang kemudian menjadi saksi dalam kasus ini. Dalam pesan tersebut, AE menyatakan tidak lagi sanggup menahan perlakuan pelaku. Sadar bahwa kasus ini serius, sang guru langsung menjemput korban dan membawanya ke tempat aman sebelum akhirnya melibatkan aktivis perlindungan anak untuk mendampingi proses pelaporan ke polisi.
Di hadapan pendamping dan guru, AE mengungkap fakta mengejutkan. Sejak Mei 2020 hingga awal September 2025, ia dipaksa melakukan persetubuhan oleh pelaku hampir dua kali setiap minggu, kecuali saat sedang menstruasi. Bahkan, pada Sabtu dini hari, 6 September 2025, korban mengalami kekerasan fisik ketika menolak permintaan pelaku. Ia dipukul di kaki, perut, hingga rambutnya dijambak, sehingga menimbulkan memar di beberapa bagian tubuh.
Setelah laporan resmi dibuat pada 10 September 2025, Unit Reskrim Polsek Loa Janan yang dipimpin Kanit Reskrim IPDA Dwi Handono SH bergerak cepat melakukan penyelidikan. Tak butuh waktu lama, polisi berhasil mengamankan MIH di kediamannya di Loa Duri Ilir.
Selain menangkap tersangka, aparat juga menyita sejumlah barang bukti berupa pakaian korban dan pelaku, termasuk baju tidur, pakaian dalam, hingga celana pendek. Barang bukti ini diperoleh untuk memperkuat proses penyidikan. Polisi juga melakukan visum et repertum terhadap korban serta memeriksa sejumlah saksi, termasuk guru dan aktivis perlindungan anak yang pertama kali menerima pengakuan korban.
Atas perbuatannya, MIH dijerat dengan Pasal 76D Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 81 Ayat 1, 2, dan 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016. Hal ini menunjukkan komitmen negara dalam memberikan efek jera bagi pelaku dan perlindungan maksimal bagi anak-anak Indonesia.
“Ini kasus serius yang harus menjadi perhatian bersama. Kami mengimbau masyarakat agar lebih peka terhadap lingkungan sekitar dan tidak ragu melapor jika mengetahui adanya kekerasan terhadap anak,” tegas AKP Abdillah.
Menurutnya, kasus ini terbongkar karena adanya keberanian korban dan kepedulian guru. Hal ini membuktikan bahwa dukungan dari orang-orang terdekat sangat penting untuk menyelamatkan anak dari jeratan kekerasan seksual. “Kalau korban terus diam, mungkin kasus ini tidak akan pernah terungkap. Kita harus ciptakan lingkungan yang aman, agar anak-anak berani bicara ketika mengalami sesuatu yang tidak wajar,” tambahnya.
Kasus AE memberikan pelajaran berharga. Kekerasan seksual terhadap anak sering kali dilakukan oleh orang yang dekat dengan korban dan bisa berlangsung lama tanpa diketahui. Korban biasanya merasa takut, tertekan, atau malu untuk bercerita. Oleh karena itu, orang tua, pendidik, dan masyarakat harus lebih jeli melihat tanda-tanda perubahan perilaku anak, seperti murung, tertutup, atau menolak berada di rumah.
Kepolisian menegaskan bahwa pencegahan dan deteksi dini adalah langkah kunci. Orang tua disarankan menjalin komunikasi yang terbuka dengan anak, menciptakan ruang aman untuk bercerita, serta mengawasi pergaulan mereka. Dengan sinergi semua pihak, kasus serupa dapat dicegah agar tidak kembali terulang.
Saat ini, pelaku MIH sudah ditahan di Mapolsek Loa Janan. Proses hukum terus berjalan, sementara korban mendapatkan perlindungan serta pendampingan. Kasus ini diharapkan menjadi momentum untuk memperkuat komitmen bersama dalam melindungi anak-anak dari segala bentuk kekerasan. (Yuliana W)

