
Mediasiutama.com, Kutai Kartanegara – Ketua DPRD Kutai Kartanegara Ahmad Yani, menegaskan bahwa langkah screening atau pemeriksaan terhadap alumni pesantren menjadi fokus utama dewan dalam menindaklanjuti kasus dugaan pencabulan, pelecehan seksual, dan indikasi LGBT di salah satu pesantren di Kukar. Screening ini dinilai penting untuk menggambarkan kondisi nyata lembaga pendidikan secara representatif, sekaligus memastikan investigasi berjalan objektif sebelum DPRD mengeluarkan rekomendasi resmi terkait kelanjutan pesantren tersebut. Pernyataan itu disampaikan Ahmad Yani usai memimpin Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Ruang Banmus DPRD Kukar, Jalan Robert Wolter Monginsidi, Timbau, Tenggarong, Senin (15/9/2025).
Ahmad Yani menegaskan bahwa DPRD Kukar akan segera membahas peraturan daerah (perda) terkait LGBT. Menurutnya, perda tersebut penting sebagai payung hukum untuk mencegah, menanggulangi, sekaligus memastikan kasus serupa tidak kembali terulang.
“Ini penting karena banyak kasus, termasuk kekerasan seksual dan LGBT, yang menjadi fokus perhatian kami. Tujuannya adalah pencegahan, penanggulangan, dan agar kasus serupa tidak terjadi lagi,” ujarnya.
Ia menambahkan, perda ini tidak hanya berlaku di pesantren, tetapi juga menyasar instansi lain, organisasi perangkat daerah (OPD), serta lingkungan keluarga. Saat ini, ketiadaan aturan khusus membuat aparat penegak hukum kerap kewalahan dalam menangani kasus-kasus tersebut. Dengan adanya perda, diharapkan proses penegakan hukum menjadi lebih terarah.
Terkait kasus yang mencuat di pesantren, DPRD Kukar menegaskan fungsi kontrol dan pengawasan akan dijalankan secara maksimal. Ahmad Yani mengungkapkan, dalam waktu dekat dewan akan mengeluarkan rekomendasi terkait keberlangsungan pesantren tersebut, mengingat adanya laporan pencabulan, pelecehan seksual, dan indikasi LGBT.
“Proses ini akan dilakukan dengan investigasi mendalam untuk mencari fakta yang sesungguhnya. Keputusan nantinya mempertimbangkan apakah pendidikan di sana dapat dilanjutkan atau dihentikan. Fokus kami adalah menindak tegas oknum pelaku, bukan merugikan institusi secara keseluruhan. Pesantren tetap bisa dipertahankan, tetapi oknum yang terbukti melanggar akan ditindak sesuai hukum,” jelasnya.
Ahmad Yani menekankan, screening sebagian alumni sebagai sampel representatif merupakan langkah penting dalam proses evaluasi. Menurutnya, hasil screening dapat menjadi gambaran menyeluruh tentang kondisi internal pesantren. “Hal ini cukup untuk menggambarkan kondisi keseluruhan. Pesantren tetap dipertahankan, sementara oknum pelaku dapat dijerat secara hukum,” tambahnya.
DPRD Kukar juga akan menyampaikan rekomendasi resmi kepada pihak berwenang, termasuk Kementerian Agama, yang memiliki kewenangan dalam hal perizinan pesantren. Yani menegaskan, aspirasi masyarakat akan didengar secara serius sebelum keputusan final diambil.
“Harapan kami, semua pesantren memiliki dedikasi tinggi dalam mengembangkan pendidikan dan membangun akhlakul karimah. Bila terjadi kesalahan, kami berharap bisa dimaafkan. Namun, oknum pelaku tetap harus bertanggung jawab di hadapan hukum. Atas nama DPRD, saya juga meminta maaf kepada masyarakat Kukar, khususnya korban pelecehan seksual dari pesantren tersebut,” pungkasnya.
Dengan langkah ini, DPRD Kukar menegaskan komitmennya melindungi masyarakat, terutama anak-anak dan remaja, dari praktik kekerasan dan penyimpangan. Melalui pengawasan ketat serta pembahasan perda terkait LGBT, diharapkan tercipta lingkungan pendidikan yang aman, sehat, dan berakhlak mulia, sekaligus memastikan keadilan bagi korban serta membangun kesadaran di seluruh lapisan masyarakat. (Yuliana W)