
Mediasiutama.com, Tenggarong – Keraton Kutai Kartanegara kembali menggelar ritual adat Menggoyak Rendu, salah satu rangkaian prosesi sakral dalam upacara Bepelas. Tradisi ini dilaksanakan di lingkungan keraton dengan suasana penuh kekhidmatan. Dalam prosesi tersebut, serumpun daun pohon beringin yang digantung di dalam gelandang digoyangkan dengan khidmat oleh seorang dewa. Gerakan itu tidak sekadar simbolis, melainkan mengandung makna filosofis yang dalam bagi masyarakat Kutai.
Bagi masyarakat adat, pohon beringin dipandang sebagai lambang kekuatan dan tempat bersemayamnya roh leluhur. Dengan menggoyangkan daun beringin, diyakini terjadi komunikasi spiritual antara manusia dengan para leluhur yang menjaga keseimbangan kehidupan. Prosesi ini menjadi pengingat bahwa masyarakat Kutai tidak pernah melupakan akar budaya dan nilai-nilai yang diwariskan oleh nenek moyang.
Selama ritual berlangsung, alunan suling dewa mengiringi setiap gerakan. Nada-nada lembut dari suling menghadirkan nuansa sakral dan menambah kekhusyukan suasana di keraton. Para peserta upacara, termasuk keluarga keraton serta masyarakat yang hadir, larut dalam keheningan, menyaksikan setiap tahapan prosesi dengan penuh penghormatan.
Menggoyak Rendu bukan hanya sekadar ritual adat, tetapi juga simbol kearifan lokal yang tetap terjaga hingga kini. Tradisi ini telah diwariskan turun-temurun dan menjadi bagian penting dari identitas budaya Kutai Kartanegara. Melalui pelestarian ritual semacam ini, masyarakat Kutai menunjukkan komitmen mereka dalam menjaga warisan leluhur agar tetap relevan di tengah arus modernisasi.
Ritual Menggoyak Rendu menjadi bukti bahwa budaya bukan hanya peninggalan masa lalu, melainkan juga pedoman hidup yang mengajarkan tentang keseimbangan, penghormatan, dan kebersamaan. Dengan melestarikannya, generasi sekarang diingatkan untuk terus menjaga harmoni antara manusia, alam, dan leluhur. (Yuliana W)