Mediasiutama.com, Tenggarong – Di tengah derasnya arus modernisasi musik, sebuah komunitas asal Tenggarong, Kutai Kartanegara, tampil memadukan dua dunia yang kontras tradisi dan teknologi (24/10) Dalam Acara Pekan Daerah Kebudayaan 2025 Taman Tanjong Tenggarong Kutai Kartanegara.
Mereka menamakan diri AJB, singkatan dari Aji Joyoboyo, sebuah nama yang ternyata bukan sekadar simbol, tetapi menyimpan nilai sejarah dan budaya yang dalam.
Dibentuk sejak 2016, komunitas musik AJB lahir dari semangat sekelompok seniman muda Kutai yang ingin menghidupkan kembali musik daerah, khususnya Tingkilan, dengan sentuhan baru agar tetap relevan di telinga generasi masa kini.
“Awalnya kami memang ingin membawakan lagu-lagu daerah Kutai. Tapi kalau disajikan dalam bentuk aslinya, terasa kurang diminati oleh generasi muda. Maka kami coba ubah aransemen musiknya, hingga akhirnya berkembang ke arah techno,” ujar Aji Ahmad Sofyan Nur Adinata, atau yang akrab disapa Opi, salah satu anggota AJB yang kini memegang peran sebagai sequencer.
Perjalanan AJB tidaklah singkat. Meski sempat vakum saat pandemi COVID-19, kreativitas mereka tak padam.”Kami tetap latihan, tetap bikin aransemen, meski tidak seintens dulu. Kadang seminggu sekali, kadang dua minggu sekali,” tambah Opi.
Komitmen inilah yang membuat komunitas AJB tetap eksis dan kini dikenal dengan gaya musik khas yang mereka sebut Gambus Techno.
Menariknya, nama AJB sendiri memiliki akar sejarah. Gelar Aji Raden Aryo Joyoboyo, yang menjadi dasar nama kelompok ini, merupakan gelar bangsawan dari pihak Kesultanan Kutai dan diberikan kepada sesepuh mereka.
“Jadi memang ada keterkaitan dengan pihak Kesultanan. Bisa dibilang, kami ini juga keturunan seniman dari keluarga besar yang memang turun-temurun bergerak di bidang seni,” jelasnya.
Dalam proses kreatifnya, AJB mencoba menggabungkan instrumen tradisional seperti jimbe dan gambus dengan beat elektronik khas techno.
Hasilnya adalah komposisi yang eksotik, unik, dan mampu menarik perhatian lintas generasi. Namun, menggabungkan dua genre yang berbeda tentu bukan perkara mudah.
“Tantangan paling besar itu menjaga keseimbangan antara pakem musik daerah dan tempo elektronik yang cenderung monoton. Tapi justru di situ letak kreativitasnya bagaimana memasukkan unsur tradisi tanpa kehilangan roh lokalnya,” tutur Opi.
Kini, Gambus Techno besutan AJB mulai mendapat tempat di hati masyarakat. Musik mereka dinilai mampu menjembatani generasi muda untuk kembali mengenal budaya Kutai lewat sentuhan modern.
“Kami ingin terus berkarya, dan kalau bisa mengangkat nama daerah lewat musik kami, itu sudah kebanggaan tersendiri,” ungkap Opi dengan penuh semangat.
Bagi AJB, musik bukan hanya hiburan, tapi juga warisan budaya yang perlu terus dihidupkan dengan cara yang kreatif dan adaptif terhadap zaman.
Dengan ciri khas Tingkilan Techno mereka, komunitas ini tidak hanya berperan sebagai pelestari tradisi, tetapi juga inovator yang membuka jalan baru bagi seni musik daerah Kutai di kancah modern.(Yuliana W)

