November 5, 2025

Mediasiutama.com, TENGGARONG – Tindak pidana ringan (tipiring) merupakan bentuk pelanggaran hukum yang tergolong ringan dan penyelesaiannya dilakukan melalui sidang cepat di pengadilan. Perkara ini biasanya menyangkut pelanggaran peraturan daerah atau tindak pidana dengan ancaman hukuman rendah. Di Kutai Kartanegara (Kukar), sebanyak 21 orang saat ini menjalani sidang tipiring di Pengadilan Negeri (PN) Tenggarong Rabu(10/02025). Karena diduga melanggar Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat.

Dari jumlah tersebut, dua orang merupakan pedagang kaki lima (PKL) yang melanggar aturan berjualan, sedangkan 19 lainnya adalah penjual minuman beralkohol tanpa izin resmi.

Kasi Penyelidikan dan Penyidikan Satpol PP Kukar, Awang Indra, menyampaikan bahwa para PKL melakukan pelanggaran di wilayah Kecamatan Tenggarong. Sementara penjual minuman beralkohol tanpa izin tersebar di beberapa kecamatan, yakni Kota Bangun, Kembang Janggut, Muara Jawa, Samboja, serta Tenggarong.

“Penindakan ini merupakan kelanjutan dari operasi gabungan yang sebelumnya digelar di sejumlah wilayah, termasuk kawasan sekitar Ibu Kota Negara (IKN). Khususnya di Kecamatan Samboja dan Muara Jawa, kegiatan ini juga melibatkan otorita IKN agar pengawasan lebih optimal,” ungkap Awang.

Menurutnya, hingga saat ini izin resmi untuk usaha kafe atau tempat hiburan yang menjual minuman beralkohol di Kukar memang belum tersedia. Karena itu, setiap aktivitas penjualan tanpa izin dipastikan melanggar ketentuan hukum. “Harapannya, penindakan ini bisa memberikan efek jera sekaligus menjadi peringatan bagi masyarakat,” tegasnya.

Sementara itu, Juru Bicara Pengadilan Negeri Tenggarong, Budi Susilo, menjelaskan bahwa sidang tipiring dilaksanakan berdasarkan pelimpahan perkara dari Satpol PP Kukar selaku Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) atas kuasa Penuntut Umum. Sidang digelar secara cepat, di mana perkara diperiksa dan diputus pada hari yang sama.

“Satpol PP memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran perda, termasuk soal minuman beralkohol tanpa izin. Persidangan ini dijalankan dengan mengedepankan semangat keadilan restoratif sesuai Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif,” jelasnya.

Budi menambahkan, dalam sidang tersebut hakim menjatuhkan dua jenis putusan berbeda. Dari total 21 perkara, enam terdakwa dijatuhi pidana denda, sedangkan 15 terdakwa lainnya dikenai pidana bersyarat atau pidana percobaan.

“Pidana bersyarat ini merupakan bentuk penghukuman yang tidak langsung dijalankan, sepanjang terdakwa tidak melakukan pelanggaran baru selama masa percobaan. Penerapan ini sejalan dengan prinsip restoratif justice, yaitu memberikan kesempatan kepada pelanggar untuk memperbaiki diri tanpa harus merasakan pidana penjara,” paparnya.

Lebih lanjut ia menyampaikan, bagi terdakwa yang dijatuhi pidana denda namun tidak mampu membayar, sanksi tersebut akan diganti dengan pidana kurungan sesuai ketetapan hakim. Dasar hukum yang digunakan merujuk pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), khususnya Pasal 205–210 terkait tindak pidana ringan, serta Pasal 14a hingga Pasal 14f KUHPidana. Selain itu, putusan juga berpedoman pada Perma Nomor 2 Tahun 2012 dan Perma Nomor 1 Tahun 2024.

Dengan demikian, sidang tipiring ini tidak hanya menjadi bentuk penegakan hukum atas pelanggaran Perda, tetapi juga menjadi sarana edukasi hukum kepada masyarakat. Mekanisme penerapan pidana bersyarat atau percobaan diharapkan bisa lebih humanis, menekan angka residivisme, serta tetap menjaga ketertiban umum.
(Yuliana W)

Print Friendly, PDF & Email

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *