October 22, 2025

Mediasiutama.com, Tenggarong – Bawang dayak atau yang disebut bawang tiwai oleh masyarakat Dayak Benua, bukan sekadar tanaman obat, Selasa 21/10/2025, Jalan Diponegoro ( Gedung ISBI ) Tenggarong Kutai Kartanegara.

Di balik umbi berwarna merah muda itu, tersimpan sejarah panjang, filosofi lokal, dan kekayaan linguistik masyarakat adat Kalimantan.

Founder Teatiwai Bawang dayak, Halif Sardi, menjelaskan bahwa istilah “tiwai” berasal dari kata “komantawai”, yang dalam bahasa Dayak Benua berarti “rasa yang cenderung hambar”.

Istilah ini kemudian berkembang menjadi penamaan khas yang berbeda-beda di setiap komunitas Dayak.

“Kalau di Benua disebut bawang tiwai, di daerah lain kadang disebut bawang doyo, sedangkan bila tumbuh di pinggir sungai atau lembah dikenal sebagai bawang lubak. Jadi sebutannya berbeda, tapi sebenarnya tanaman dan khasiatnya sama,” ujar Halif.

Keragaman penamaan itu, lanjutnya, menunjukkan betapa eratnya hubungan masyarakat adat dengan lingkungan tempat mereka tinggal.

Setiap istilah mencerminkan karakter geografis dan kultural yang berbeda, namun tetap berpijak pada filosofi yang sama keseimbangan antara alam dan manusia.

Halif juga mengungkapkan bahwa dalam pengolahan bawang tiwai, tantangan terbesar justru terletak pada menjaga keaslian rasa dan khasiat tanpa mengurangi nilai tradisionalnya.

“Kendala utamanya pada proses pengeringan dan penyimpanan. Kami berusaha menjaga agar kandungan alaminya tetap terpelihara meski diolah secara modern,”tuturnya.

Melalui riset dan pendekatan berkelanjutan, Halif berharap Teatiwai Bawangdayak menjadi jembatan antara pengetahuan tradisional dan inovasi pangan modern.

Ia ingin masyarakat mengenal bahwa bawang tiwai bukan hanya komoditas lokal, tetapi juga bagian dari identitas budaya Dayak yang layak dikenal dunia.(Yuliana W)

Print Friendly, PDF & Email

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *