Mediasiutama.com, Samarinda – Penolakan terhadap siswi berhijab yang ingin melaksanakan Praktek Sekolah Ganda (PSG) di salah satu hotel ternama di Samarinda menuai kecaman dari masyarakat.
Isu yang mencuat tersebut lantas disanggah dari pihak hotel yang bersangkutan. Dalam hal ini, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Samarinda turut mengundang beberapa awak media untuk melakukan klarifikasi terkait pelarangan PSG berhijab tersebut, Senin (20/2/2023).
Wakil Ketua PHRI Samarinda, Abdul Rasyid mewakili pihak hotel menyampaikan bahwa, terjadi kesalahpahaman terhadap peristiwa yang sempat viral tersebut.
Pada klarifikasi tersebut, disampaikan bahwa, pihak hotel baru menerima surat permohonan PKL dari sekolah pada Selasa (14/2/2023) pukul 14.00 Wita. Selanjutnya, pihak sekolah menelepon mengajukan permohonan agar pihak hotel dapat menerima siswi PSG dengan mengenakan hijab. Pihak hotel dapat menerima siswi berhijab namun penempatannya di area kitchen atau back office. Berselang dua jam kemudian, terbitlah berita terkait penolakan siswi PSG yang mengenakan hijab.
“Kami bukan menolak, hanya saja memang terdapat departemen tertentu di hotel dianjurkan tidak mengenakan hijab. Kami menerima siswi berhijab namun penempatannya contohnya di divisi kitchen atau back office, jika untuk front office seperti resepsionis kami belum bisa. Bukan terkait berhijab atau tidaknya juga, tapi posisinya sangat krusial” ucap Rasyid.
Pihaknya juga menuturkan, bahwa permohonan pengajuan PSG dari sekolah tersebut baru diterima dan belum direspon oleh pihak hotel, bahkan belum memasuki tahap interview. Namun, berita terkait tidak diterimanya siswi tersebut lantaran berhijab kemudian telah viral.
“Setiap industri punya aturan khusus, viralnya berita ini tentu menjadi feedback positif yang perlu diperhatikan. Kami punya tanggung jawab dalam membantu dunia pendidikan, tidak hanya sekadar mencetak karyawan hotel, tapi juga mendidik mereka menjadi entrepreneur” tegas Rasyid.
Sementara itu, Ketua Indonesian General Manager Association (IHGMA) Kaltim, Budi Wahjono menyebutkan, bahwa tidak ada SOP secara tertulis dalam dunia perhotelan yang melarang penggunaan hijab.
“Bukan dilarang, tapi ada beberapa alasan, karena setiap pekerjaan ada resiko atau konsekuensi yang diterima. Misalnya, untuk divisi bar tidak berhijab karena terdapat alkohol, kemudian divisi pastry tidak berhijab karena beresiko saat mengoperasikan mesin atau alat memasak. Namun bisa dikompromikan” papar Budi.
Ia menyampaikan, pihak hotel tentunya mengacu terhadap regulasi dan undang-undang ketenagakerjaan. Aturan dan kebijakan perusahaan tentu bersifat profesionalisme karena menyangkut citra perusahaan.
“Harapannya masyarakat dapat menyaring informasi terlebih dahulu kemudian menjustifikasinya, karena ini menyangkut citra dan kualitas perusahaan” pungkasnya. (*)