February 15, 2025

Mahkamah Konstitusi menolak gugatan Bupati Kutai Kartanegara Edi Damansyah. Terkait masa jabatan kepala daerah

Mediasiutama.com, Kukar – Edi Damansyah akhirnya harus berpasrah diri. Menerima, hasil keputusan Mahkama Konstitusi (MK) yang bertuliskan penolakan atas gugatan uji materi masa jabatan kepala daerah yang diajukan Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) itu. Sehingga, ambisi Edi kembali mencalonkan diri di Pilkada Kukar, pun harus kandas.

Hal itu tertuang dalam putusan MK Nomor 2/PUU-XXI/2023 dan dibacakan dalam sidang pembacaan putusan yang digelar di Ruang Sidang Pleno MK, Selasa (28/2/2023) lalu.

“MK perlu menegaskan, yang dimaksudkan dengan masa jabatan kepala daerah yang telah dijalani setengah atau lebih adalah sama dan tidak membedakan masa jabatan yang telah dijalani tersebut, baik yang menjabat secara definitif maupun penjabat sementara,” kata Ketua MK Arief Hidayat dikutip dari laman MK, Jumat (3/3/2023).

Sebelumnya, Edi Damansyah menguji secara materiil Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada).

Ia mendalilkan kehilangan hak konstitusional yang dberikan oleh UU dalam memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

Landasan Hukum Penolakan MK

Pemohon mempersoalkan hak konstitusionalnya dirugikan. Karena tidak tegas dan tidak konkretnya suatu undang-undang yaitu Pasal 7 ayat (2) huruf n UU Pilkada. Sebab, terdapat keadaan kekaburan norma yang dapat menyebabkan terjadinya diskriminasi karena pemahaman dan pemaknaan yang berbeda.

Pemohon meminta agar Pasal 7 ayat (2) huruf n UU Pilkada untuk pembatasan masa jabatan kepala daerah selama 2 periode hanya berlaku pada pejabat kepala daerah definitif, tidak berlaku pada jabatan pelaksana tugas kepala daerah.

Ketua MK Arief Hidayat menyatakan, persoalan masa jabatan satu periode untuk kepala daerah sudah pernah diputuskan MK dalam putusan Nomor 22/PUU-VII/2009 yang dibacakan pada 17 November 2009.

“Putusan itu berbunyi, masa jabatan yang dihitung satu periode adalah masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih dari setengah masa jabatan, yang dikuatkan kembali dalam pertimbangan hukum putusan MK Nomor 67/PUU-XVIII/2020 yang menyatakan ”….setengah masa jabatan atau lebih dihitung satu kali masa jabatan,” ujar Arief.

Masa Jabatan Telah Terhitung 2 Periode

Daerah atau sebagai sebagai pejabat kepala daerah selama setengah atau lebih masa jabatan, maka yang bersangkutan dihitung telah menjabat satu kali masa jabatan. Karena itu, permohonan Edi dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

“Dengan demikian, berdasarkan amar Putusan MK Nomor 22/PUU-VII/2009 yang kemudian dikuatkan kembali dalam putusan 67/PUU-XVIII/2020, makna kata ‘menjabat’ dimaksud telah jelas dan tidak perlu dimaknai lain selain makna dimaksud dalam putusan tersebut. Sehingga, kata ‘menjabat’ adalah masa jabatan yang dihitung satu periode yaitu masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih dari satu masa jabatan kepala daerah,” ujar Arief.

Sebagai tambahan informasi, Edi Damansyah menilai Pasal 7 Ayat (2) huruf n UU Pilkada dapat dimaknai bahwa pemohon telah melalui masa jabatan Bupati selama dua periode berturut-turut dari 2016 – 2021 dan dari 2021 – 2026.

Berdasarkan UU Pilkada dapat dimaknai Pemohon telah terhitung selama satu periode pada tahap pertama (2016 – 2021). Karena lebih dari 2,5 tahun menjabat sebagai Plt dan definitif sebagai Bupati (dihitung sekaligus 2 tahun, 10 bulan, 12 hari).

Kemudian pada tahap jabatan Bupati yang kedua (2021 – 2026/2024) juga telah terhitung satu periode, karena telah melalui masa jabatan 4 atau 5 tahun.

Pandangan Pengamat Hukum Unmul

Pernyataan tersebut juga dibenarkan oleh Akademisi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul), Herdiansyah Hamzah.

“Pendapat saya sama dengan MK. Plt itu masuk dalam hitungan masa jabatan,” jelas Pria yang akrab disapa Castro baru-baru ini.

“Makanya permohonannya (Edi) ditolak. Kan putusan MK itu final dan mengikat,” tambahnya.

Castro menjelaskan, bahwa dalam pertimbangan hukum (Ratio Decidendi) itu, putusan MK menghitung jabatan yang telah diemban oleh pihak bersangkutan adalah dua periode.

“Jadi baik status plt maupun definitif Edi, dihitung sebagai satu tarikan nafas masa jabatan. Dengan demikian, berdasarkan putusan MK itu, dia (Edi) seharusnya dihitung sudah 2 periode,” urai Castro.

Kendati demikian, Castro kembali mengingatkan, agar Bupati Kukar, Edi Damansyah. Untuk fokus terhadap sisa jabatan. Membenahi kesejahteraan Kukar. Sehingga, lanjut Castro, ketimbang tarik-ulur terhadap polemik berkepanjangan.

“Edi mestinya legowo saja. Agar, regenerasi juga berjalan di kukar. Jauh lebih baik, kalau fokus menyelesaikan sisa masa jabatannya. Untuk kepentingan rakyat Kukar, dibanding terus berpolemik. Justru jadinya kontra produktif,” pungkasnya.

Edi Mengaku Belum Bahas Pilkada

Dalam pemberitaan sebelumnya, Bupati Kukar Edi Damansyah, telah menyerahkan setiap keputusan kepada pihak yang berwenang.

Dalam hal ini adalah Mahkama Konstitusi. Perihal, ditolaknya Ia dalam konstestasi Pilkda. Ia berpendapat, akan menjalankan sisa jabatannya sebaik mungkin.

“Saya tidak dalam kapasitas mengklarifikasi, itu nanti ada praktisi hukum, sarjana hukum untuk melihat putusan itu secara hukum,” terang Edi saat ditemui awak media, Kamis (2/3/2023) siang.

“Yang harus digarisbawahi kita belum bicara persoalan Pilkada di situ belum bicara substansi, Apakah nanti bisa lanjut atau stop itu belum ke sana arahnya,” tutupnya.(*)

Print Friendly, PDF & Email

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *