Mediasiutama,SAMARINDA – Proyek pembangunan terowongan di Samarinda menimbulkan pro dan kontra. Wakil Ketua Komisi III DPRD Samarinda, Samri Shaputra, menilai bahwa pembangunan terowongan ini tidak efisien bagi masyarakat karena tingginya biaya perawatan yang harus dikeluarkan setelah terowongan beroperasi.
“Saya sering berbicara dengan dinas PUPR tentang tiga opsi yang ada: memotong gunung, membangun flyover, atau terowongan. Saya lebih memilih memotong gunung karena daerah itu sering terjadi kecelakaan akibat tanjakan tinggi. Sementara itu, flyover dan terowongan memerlukan biaya yang sangat besar,” ujar Samri.
Samri juga menguraikan perbedaan biaya antara pembangunan terowongan dan opsi lainnya. Ia menyebutkan bahwa biaya awal pembangunan terowongan mungkin lebih rendah, tetapi biaya perawatan jangka panjang, seperti listrik untuk lampu dan blower yang harus terus menyala, sangat tinggi.
“Baru lampu jembatan saja menyala seminggu sekali, bagaimana dengan lampu terowongan yang harus menyala 24 jam? Belum lagi blower besar yang membutuhkan listrik terus menerus,” tambahnya.
Menurut Samri, alasan pemerintah kota memilih pembangunan terowongan adalah karena biaya awal yang lebih murah. Namun, mereka tidak mempertimbangkan biaya berkelanjutan yang tinggi.
“Pemkot memilih terowongan karena dianggap lebih murah dalam pembangunan. Tapi mereka tidak menghitung biaya berkelanjutan yang bisa sangat besar dan terus menerus selama terowongan digunakan,” tutup Samri. (*)
Adv/DPRD SMD